Frans Toegimin

Frans Toegimin, berbakti pada negeri sejak tahun 1975, dengan bergabung dengan sebuah LSM s/d 1980. Bukan waktu yang singkat, namun bekerja dalam pelayanan melalui LSM sudah menjadi pilihan hidup. Saat bekerja di Lampung tersebut  banyak tawaran untuk menjadi PNS – yang kala itu jadi idaman banyak orang, Frans tegas menolak karena jiwanya tak cocok berada di sana.

Lebih dari 45 tahun Frans Toegimin berkecimpung di LSM. Setelah dari Lampung (di bawah naungan Wisma Bhakti), pada tahun 1980 – 1985  dipercaya sebagai Pembina Wilayah Bina Swadaya di wilayah Madiun, kemudian bergabung dengan YIS – Yayasan Indonesia Sejahtera sampai 1997. Sebagian tugas utamanya adalah untuk Pengembangan LSM dan sebagai Konsultan KIP – Kampung Improvement Project Bank Dunia di Jakarta. Selanjutnya Frans bergabung dengan Yayasan SATUNAMA pada 1997 sebagai Staf Senior hingga pensiun tahun 2011 sebagai Direktur Eksekutif.

Walaupun sudah pensiun dari SATUNAMA, dalam beberapa waktu Frans masih aktif dalam struktur kepengurusan sebagai Anggota Badan Pengurus. Terakhir, Frans dipercaya sebagai Kepala Departemen Rumah Pembelajaran Kesehatan Jiwa – RPKJ di SATUNAMA. Kecuali aktif menjadi konsultan lepas (khususnya MEL), Frans kini bergabung dengan Yayasan Suara Bhakti Yogyakarta – YSBY sebagai Direktur Unit Program Pemberdayaan Masyarakat.

Hampir 50 tahun berkecimpung sebagai pegiat LSM, menjadikan Frans T sangat kaya pengalaman. Pada 1987, sebagai Koordinator Program Pengembangan LSM di tujuh provinsi, Frans yang pertama kali menghasilkan konsep pengembangan LSM di Indonesia. Saat menjadi konsultan  Bank Dunia untuk mengembangkan Proyek KIP di Jakarta juga menghasilkan konsep pengembangan kampung di perkotaan. Dan selama 20 tahun sejak 1999, Frans banyak melakukan fasilitasi perencanaan strategis untuk LSM dan lembaga pemerintahan. Sebagai salah satu ahli monitoring dan evaluasi, Frans banyak melakukan evaluasi organisasi dan evaluasi proyek sejak 1998 hingga kini. Menurutnya, peran dan fungsi OMS (termasuk LSM) sangat penting dalam negara demokrasi seperti di Indonesia. Untuk itu program penguatan OMS sangat penting agar selalu dapat  berperan secara akuntabel sebagai salah satu pilar penting dalam negara demokrasi.

Adi Nugroho

Adi Nugroho, berlatar belakang akademik Teknik Lingkungan dan Studi Pembangunan dengan pengalaman yang sangat panjang di bidang lingkungan, penanggulangan bencana dan adaptasi perubahan iklim.

Adi melakukan beberapa penelitian tentang lingkungan, pengelolaan hutan, adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metodologi partisipatif seperti investigasi, penelitian tindakan, penelitian kebijakan, dan etnografi. Selain penelitian, Adi sangat lihai dalam memfasilitasi pelatihan, diskusi kelompok terfokus, dan lokakarya di tingkat masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Keterampilan dalam hal penelitian dan fasilitasi tersebut mendukung kemampuannya melakukan evaluasi di beberapa LSM.

Sejak 1995, Adi mulai aktif di berbagai jaringan baik lokal, nasional maupun internasional. 9 tahun di Yayasan Gita Pertiwi (1995-2004) menjadi awalannya berkiprah di beberapa LSM setelahnya. Tahun 2002-2004 Adi dipercaya sebagai Regional Executive Director WALHI, 2004-2012 sebagai Koordinator Komisi Konsultasi dan Kerjasama Manajemen Bencana di Yayasan Society for Health Education, Environment and Peace (SHEEP), 2012-2015 sebagai konsultan di Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD), 2015-2019 sebagai Direktur pada Direktorat Lingkungan, Kehutanan, dan Perubahan Iklim di Yayasan Penabulu, serta 2019 sampai sekarang dipercaya sebagai Chief Grant Management di Yayasan Penabulu.

Beberapa pengalaman penting Adi Nugroho dalam beberapa tahun terakhir sebagai Chief Grant Management on Service Provider dalam program Small Grant Program in Indonesia bersama ASEAN Heritage Park, ASEAN Center for Biodiversity (ACB), dan Germany Development Bank (KfW). Adi juga terlibat dalam peningkatan kapasitas kelembagaan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dan menciptakan jaringan PRB melalui platform multi pemangku kepentingan bersama Asia Pacific Alliance for Disaster Management (APAD) dan Platform Nasional Pengurangan Risiko Bencana. Sebagai evaluator, Adi pernah mengevaluasi Program Tanggung Jawab Sosial PT Newmont Nusa Tenggara pada 2015-2016. Tidak hanya di bidang lingkungan hidup, Adi Nugroho pernah didapuk sebagai Spesialis Rencana Mitigasi dan Pemantauan Lingkungan (EMMP) Delivering Expanded Resource for AIDS Programming (DERAP) pada tahun 2015.

Kelompok rentan pada sebuah kelompok menjadi keunikan khusus dalam memastikan pengelolaan sumber daya alam dan manusia.

Budi Susilo

Berlatar belakang pendidikan bidang filsafat, dalam lebih dari 25 tahun, Budi Susilo bekerja dengan berbagai organisasi kemasyarakatan, baik yang berbasis komunitas maupun agama/kepercayaan. Kerja-kerja bersama komunitas/masyarakat dikembangkan sebagai gerakan penghormatan pada nilai dan budaya untuk memperkuat partisipasi dan kolaborasi antara masyarakat/komunitas, pemerintah dan perusahaan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi kehidupan yang layak di masa depan.  Pada saat yang sama, Budi, begitu biasa dipanggil, secara otodidak mempelajari manajemen pengelolaan organisasi untuk memperkuat posisi organisasi komunitas dan masyarakat sipil dalam pembangunan di Indonesia.

Kepeduliannya terhadap isu-isu kemasyarakatan secara terlembaga diawali pada tahun 1995 sebagai Pekerja Sosial di Komisi Sosial dan Ekonomi Keuskupan Surabaya dan melakukan karya sosial dari Suster Carolus Boormeus di Yogyakarta. Semenjak 1999 hingga saat ini Budi Susilo adalah fasilitator dan evaluator yang concern dalam  pengembangan kurikulumPendidikan Demokrasi Populer dan Pengembangan Organisasi. Pada periode 2011-2014 Budi merupakan Direktur Eksekutif Yayasan SATUNAMA. Selepasnya, pada 2014 sampai sekarang Budi mengemban amanah sebagai Kepala Direktorat Implementasi dan Jaringan di Yayasan Penabulu.

Pengalaman panjang dalam pelayanan sosial Budi Susilo di dunia aktivisme, tak terhitung jumlahnya. Dalam 8 tahun terakhir, Budi terlibat di beberapa proyek konsultansi antara lain pada tahun 2014 menjadi Konsultan dalam penyusunan Perencanaan Strategis Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Periode 2015 – 2019; pada tahun menjadi Konsultan PT Exxon Mobil Cepu untuk proyek Institutional Development and Strategic Planning bagi Yayasan Bimantari; pada tahun 2017 menjadi Konsultan dalam penyusunan Perencanaan Strategis Perkumpulan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Periode 2017-2019; pada tahun 2018 menjadi Organizational Development Specialist Consultant of Assessment and Program Review bagi Yayasan Badak Indonesia (YABI); pada 2018-2019 menjadi Konsultan untuk Pengembangan Organisasi dan Perencanaan Strategis Cakra Wikara Indonesia (CWI) Periode 2019-2021; dan pada tahun 2020 menjadi Konsultan untuk Review Organisasi dan Perencanaan Strategis Periode Perkumpulan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Periode 2020-2022.

Sementara itu, dalam manajemen program saat ini Budi menjadi bagian dari Management Advisory Team TBC Program for PR Consortium Community Penabulu-STPI 2021-2023. Dalam program ini Budi bersama timnya memberikan pertimbangan strategis implementasi program eliminasi TBC kepada PR Konsorsium Penabulu-STPI yang bekerja di 30 provinsi (190 kabupaten/kota).

Budi Susilo memiliki kepedulian yang besar untuk memperkuat peran dan fungsi organisasi (masyarakat sipil), baik secara internal maupun eksternal. Harapannya, organisasi masyarakat sipil dapat menjadi mitra penting dalam pembangunan di daerah yang berbasis nilai. Impiannya adalah para aktivis sosial mampu memperkuat jaringan kerja sama organisasi dalam pengembangan sumber daya, pengetahuan, dan data sebagai model advokasi modern.

Akhmad Arief Fahmi

Akhmad Arief Fahmi, akrab disapa Arief, mengenyam pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Arief tertarik pada banyak hal seperti sejarah, politik ekonomi, lingkungan hidup, filsafat, agama, walau tidak pernah mendalami salah satu diantaranya. Ia juga gandrung pada transformasi sosial dan narasi besar tentang hal-hal tersebut, tetapi selalu ingin membuktikan dan bergerak pada tingkatan yang dapat dijangkau oleh aksi nyata.

Arief adalah salah satu yang menginisiasi terbentuknya Lembaga Kajian, Pendidikan, dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPPM) Relung pada tahun 2000-an. Di sana, Arief menjadi Direktur untuk periode 2004-2017 dan masih setia mengabdi hingga saat ini. Ia pernah menjadi wartawan Bulletin AKAR yang diterbitkan Yayasan Arupa di tahun 1999-2001. Pasca bencana alam gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, Arief menjadi Tenaga Ahli Kehutanan FAO Indonesia. Dan sejak 2018 hingga kini Arief merupakan salah satu anggota Dewan Pengawas Yayasan SWARAOWA dan Yayasan Kutilang Indonesia.

Arief memiliki pengalaman panjang sebagai peneliti di Pusat Studi dan Perencanaan Pembangunan Regional (PSPPR) UGM pada tahun 2006-2017, di Small-Medium Enterprises Development Center UGM pada 2009-2014, dan pada rentang 2015-2017 di  Pusat Kajian Pembangunan Peternakan UGM. Lebih dari 20 tahun bergelut dalam advokasi lingkungan hidup, ada banyak karya yang dihasilkan Akhmad Arief Fahmi.

Tahun 2003-2005 bertanggung jawab pada peningkatan kapasitas agroforestry Petani Hutan Rakyat di Pegunungan Menoreh bersama LKPPM Relung; tahun 2004-2014 terlibat dalam program Rehabilitasi Mangrove di Pesisir Jateng dan DI Yogyakarta dalam kerjasama LKPPM Relung dengan Toyota Eco-grant, dimana skema kerjasama tersebut diteruskan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan DI Yogyakarta, hasilnya terjadi perubahan tutupan lahan pesisir Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, serta berkembangnya obyek wisata alam di sepanjang pesisir; turut menginisiasi pengembangan biogas pada peternak sapi perah di komplek Merapi-Merbabu bersama Yayasan Infront tahun 2008-2010; mendampingi pelaku wisata di 6 (enam) desa di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan tahun 2019-sekarang. Sebagai peneliti di beberapa Pusat Studi menghasilkan berbagai dokumen yang cukup banyak di bidang perencanaan pembangunan regional maupun pembangunan sektoral.

Arief berharap memiliki model komunitas, khususnya yang terkoneksi dengan pengelolaan kawasan hutan yang dapat menjadi model Pembangunan Berkelanjutan, baik secara ekonomi, sosial-budaya maupun lingkungan hidup.

Yudistira Soeherman

Yudistira Soeherman sudah 7 tahun berkecimpung di dunia kajian dan riset. Memiliki atar belakang akademis Sosial Ekonomi Peternakan dan Ekonomi Pembangunan, yang membawanya fokus pada isu pembangunan regional, terutama pembangunan ekonomi yang secara inklusif bersinggungan dengan aspek lingkungan, pertanian, kehutanan, dan pangan dalam mencapai Sustainable Development Goal’s. Yudis memiliki karakter open mind dan selalu tertantang untuk belajar hal baru, membuat dia memperkaya kompetensinya ke ranah ekonomi digital.

Yudis yang menekuni hobi melakukan riset memperoleh ruang ketika mendapat kesempatan bergabung di Pusat Kajian Pembangunan Peternakan pada tahun 2015. Di sana ia mendalami berbagai metode riset, menyusun perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi secara makro, meliputi pembangunan regional yang berfokus pada pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pada tahun 2018 bergabung dengan Yayasan Penabulu, yang kemudian menguatkan diri pada kompetensi pembangunan ekonomi secara mikro meliputi rantai pasok komoditas, mata pencaharian masyarakat dan bisnis komunitas.

Mulai tahun 2019 hingga kini, Yudis menjadi bagian penting Perkumpulan Desa Lestari sebagai Spesialis Riset, Data, dan Informasi Desa. Bersama Perkumpulan Desa Lestari, ia terus mendalami isu pembangunan ekonomi regional berbasis desa. Mengacu amanat UU Desa, Yudis bersama Perkumpulan Desa Lestari mendorong kemandirian desa tidak hanya pada aspek tata kelola pemerintahannya saja, melainkan juga mempersiapkan desa untuk segera mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan desa dalam pemenuhan kebutuhannya di masa depan. Upaya ini dapat terwujud melalui optimalisasi potensi sumber daya desa guna kesejahteraan masyarakat.

Bersama tiga lembaga yang pernah menaunginya, Yudis menyusun banyak riset dan kajian tentang pembangunan ekonomi berbasis pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, baik telah masuk dalam publikasi internasional, nasional maupun sebagai dokumen acuan kebijakan maupun implementasi program. Beberapa diantaranya adalah menyusun Masterplan Sembilang Dangku dengan Lanskap dan Manajemen Kemitraan pada tahun 2018 dalam skema proyek KELOLA SENDANG bersama ZSL Indonesia; menjadi anggota penyusun “Investment Opportunities of The Private Sector on The Sustainable Food System in Indonesia” bersama IBCSD pada 2019; melakukan asesmen dan memfasilitasi peningkatan kapasitas BUMDes di Kabupaten Kudus pada tahun 2019 – 2021 dalam kerjasama Perkumpulan Desa Lestari dan Djarum Foundation; melakukan evaluasi program kerjasama antara Yayasan IDRAP dengan BfDW pada 2019; mendesain platform Data Komoditas Terpadu (DAKOTA) pada proyek Civic Engagement Alliance tahun 2019-2020; di tahun 2021 menjadi asesor dalam Pemetaan Potensi Mata Pencaharian Alternatif Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya bersama Yayasan ASRI; mengembangkan aplikasi Sistem Administrasi dan Informasi Desa (SAID) dalam skema proyek RESBOUND di tahun 2021; menyusun “Baseline Research Adaptasi Perubahan Iklim” dalam kerja bersama Koalisi ADAPTASI pada tahun 2022; bersama Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, pada tahun 2022, menyusun “Pedoman Sistem Pemanenan Kayu Manis Ramah Lingkungan di Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Kerinci”.

Pada kesempatan yang lain, Yudis cukup sering memberikan kuliah umum tentang Pembangunan Ekonomi Regional di Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Keterlibatan di dunia akademis, menjadikannya mendapatkan kesempatan untuk melakukan diskusi intelektual dengan dosen dan mahasiswa.

Melalui kiprah dan pengalamannya, kapasitas Yudis tentang pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam bertambah serta berkembang. Kemampuan fasilitasi, analisis, lobi, advokasi, riset, dan kolaborasi pun semakin kuat. Baginya,pembangunan ekonomi di Indonesia tidak akan lepas pada aspek pengelolaan sumber daya alam. Maka dalam strategi pembangunan harus sangat memperhatikan banyak aspek secara inklusif dan bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan kehidupan di masa akan datang.

Astarina Eka Dewi

Asta, demikian biasa disapa, menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Sempat mengenyam pendidikan S3 di Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, namun tak terselesaikan. Dalam bekerja, Asta selalu berusaha memberikan yang terbaik dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang terpinggirkan. Saat menghadapi permasalahan ia selalu berusaha memahami dari berbagai sisi dan memfokuskan pada cara penyelesaian yang meminimalkan potensi konflik antar pihak.

Pada awal tahun 2000, Asta mendirikan Lembaga Kajian, Pendidikan, dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPPM) Relung dan bekerja di organisasi ini hingga 2006.Jabatan terakhirnya adalah Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat. Pada tahun 2013- 2017 Asta bergabung dengan Indonesian Center for Sustainable Development (ICSD) sebagai Peneliti. Pada 2016, Asta menjadi Tenaga Ahli ESMS dalam proyek Green Energy di Yayasan Penabulu. Kemudian berlanjut pada 2017 ditunjuk sebagai Koordinator Tim dalam proyek kerjasama Yayasan Penabulu dengan ZSL Indonesia, hingga tahun 2019. Berkat kerja cemerlangnya, ZSL Indonesia memintanya bergabung di akhir masa proyek (2019-2020). Bersamaan dengan itu, Asta juga ditunjuk menjadi Ketua Yayasan Resiliensi Lingkungan Indonesia (Relung Indonesia).

Dalam periode 2003-2005, melalui LKPPM Relung, Asta menjadi Koordinator Program Kerjasama dengan Kedutaan Finlandia di Indonesia untuk melakukan penguatan kapasitas petani di kawasan agroforestry Pegunungan Menoreh meliputi peningkatan kapasitas kelembagaan, teknik budidaya dengan sistem agroforestry, dan pengolahan pasca panen. Pada tahun 2013-2017, bersama ICSD Asta berperan sebagai Koordinator Social Mapping, Stakeholder Engagement, Perencanaan dan Monev CSR, Penyusunan Dokumen Proper, dan lain-lain yang bekerjasama dengan perusahan yang fokus pada pengelolaan SDA.

Bersama Yayasan Penabulu, Asta menjadi Tenaga Ahli ESMS dalam proyek Green Energy pada tahun 2016, Koordinator Tim Penabulu di Sumatera Selatan pada 2017-2019. Dan diberi mandat oleh ZSL Indonesia sebagai Governance and Institution Manger dalam proyek Kelola Sendang pada 2019-2020.

Kecintaannya pada lingkungan, menjadikan Asta memiliki perhatian khusus pada isu-isu kehutanan dan lingkungan hidup, terutama yang berpeluang mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam. Mimpinya adalah mewujudkan pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Masih berkutat dengan isu kehutanan, Asta juga tertarik pada pemasaran komoditi/produk hasil hutan non kayu yang berkeadilan bagi masyarakat desa hutan.

Nurul Purnamasari

Nurul Purnamasari sudah lebih dari 15 tahun berkiprah di Organisasi Masyarakat Sipil. Berlatar belakang akademis Jurnalisme dan Komunikasi Pembangunan, ia terbiasa dengan hal-hal jurnalistik dan publikasi, didukung dengan hobi membaca dan menulis menjadikannya semakin fokus pada pengelolaan pengetahuan. Baginya, pengetahuan dan pengalaman organisasi hal yang sangat penting dalam mengukur perkembangan organisasi.

Menjalani “karir” di OMS dijalani sejak 2005 di Yayasan SATUNAMA, berpindah ke Combine Resource Institute pada 2013, dan bergabung dengan Yayasan Penabulu di tahun 2014 memberikan pelajaran tentang ragam model kepemimpinan dan tata kelola organisasi non-profit. Dari tiga organisasi tersebut, pengalaman dan kapasitasnya berkembang. Kemampuan fasilitasi, analisis sosial, lobi dan advokasi, riset, dan leadership semakin kuat.

Sejak 2018, Nurul mendapat mandat sebagai Ketua/Penanggungjawab Perkumpulan Desa Lestari, sebuah OMS yang berkecimpung dalam isu pembangunan dan pemberdayaan desa. Sejalan dengan amanat UU Desa, Perkumpulan Desa Lestari memiliki misi untuk mewujudkan desa yang lestari di bidang pendidikan masyarakat, kearifan lokal, lingkungan, ekonomi, dan modal sosialnya. Tantangannya adalah mengubah pola pikir “nrimo” dan kebiasaan masyarakat desa pada umumnya, menjadi kemauan untuk bergerak membangun desa.

Dalam perkembangan OMS terkini, jumlah donor yang berkurang menjadikan OMS harus berlomba menghasilkan inovasi layanan. Upaya Perkumpulan Desa Lestari mendapat respon baik. Program kewirausahaan sosial yang semula dikembangkan sebagai produk layanan, mulai dilirik oleh beberapa perusahaan. Sejak 2018 hingga kini PT ASTRA International, PT Djarum, dan Medco E&P Natuna Ltd. menjadi mitra pengembangan program dengan skema corporate social responsibility (CSR). Nurul berharap, kolaborasi pemberdayaan masyarakat dan pembangunan perdesaan bersama perusahaan menjadi sebuah model baru yang juga dapat diduplikasi oleh OMS lain. Dalam bidang kemitraan lain tahun 2015 Nurul menyusun baseline survey “BUMDes: Kewirausahaan Sosial yang Berkelanjutan” yang didukung Saemaul Globalization Foundation; memfasilitasi pendirian radio komunitas bersama Yayasan IDRAP pada tahun 2016; tahun 2018 menginisiasi “Youth Leadership Programme” bersama JUMP! Foundation di Yogyakarta; pada 2019 menjadi anggota penyusun “Investment Opportunities of The Private Sector on The Sustainable Food System in Indonesia” bersama IBCSD;  tahun 2021 menjadi anggota penyusun “Dokumen Perencanaan Strategis 2022-2024” untuk CWI; mengembangkan konsep dan modul “Desa Cerdas” bersama Kementerian Desa PDTT sejak 2020 hingga sekarang;  menyusun “Baseline Research Adaptasi Perubahan Iklim” bersama Yayasan Penabulu pada 2022;  dan beberapa proyek lain.

Tak hanya aktif di dunia aktivisme, Nurul pun mendedikasikan diri dalam kegiatan akademis di beberapa perguruan tinggi. Tahun 2014-2018 Nurul menjadi dosen tidak tetap di Departemen Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Yogyakarta. Di tahun 2022 ia dipercaya oleh Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menjadi dosen tamu untuk menyajikan kuliah tentang pemberdayaan masyarakat.