Budi Susilo

Berlatar belakang pendidikan bidang filsafat, dalam lebih dari 25 tahun, Budi Susilo bekerja dengan berbagai organisasi kemasyarakatan, baik yang berbasis komunitas maupun agama/kepercayaan. Kerja-kerja bersama komunitas/masyarakat dikembangkan sebagai gerakan penghormatan pada nilai dan budaya untuk memperkuat partisipasi dan kolaborasi antara masyarakat/komunitas, pemerintah dan perusahaan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi kehidupan yang layak di masa depan.  Pada saat yang sama, Budi, begitu biasa dipanggil, secara otodidak mempelajari manajemen pengelolaan organisasi untuk memperkuat posisi organisasi komunitas dan masyarakat sipil dalam pembangunan di Indonesia.

Kepeduliannya terhadap isu-isu kemasyarakatan secara terlembaga diawali pada tahun 1995 sebagai Pekerja Sosial di Komisi Sosial dan Ekonomi Keuskupan Surabaya dan melakukan karya sosial dari Suster Carolus Boormeus di Yogyakarta. Semenjak 1999 hingga saat ini Budi Susilo adalah fasilitator dan evaluator yang concern dalam  pengembangan kurikulumPendidikan Demokrasi Populer dan Pengembangan Organisasi. Pada periode 2011-2014 Budi merupakan Direktur Eksekutif Yayasan SATUNAMA. Selepasnya, pada 2014 sampai sekarang Budi mengemban amanah sebagai Kepala Direktorat Implementasi dan Jaringan di Yayasan Penabulu.

Pengalaman panjang dalam pelayanan sosial Budi Susilo di dunia aktivisme, tak terhitung jumlahnya. Dalam 8 tahun terakhir, Budi terlibat di beberapa proyek konsultansi antara lain pada tahun 2014 menjadi Konsultan dalam penyusunan Perencanaan Strategis Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Periode 2015 – 2019; pada tahun menjadi Konsultan PT Exxon Mobil Cepu untuk proyek Institutional Development and Strategic Planning bagi Yayasan Bimantari; pada tahun 2017 menjadi Konsultan dalam penyusunan Perencanaan Strategis Perkumpulan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Periode 2017-2019; pada tahun 2018 menjadi Organizational Development Specialist Consultant of Assessment and Program Review bagi Yayasan Badak Indonesia (YABI); pada 2018-2019 menjadi Konsultan untuk Pengembangan Organisasi dan Perencanaan Strategis Cakra Wikara Indonesia (CWI) Periode 2019-2021; dan pada tahun 2020 menjadi Konsultan untuk Review Organisasi dan Perencanaan Strategis Periode Perkumpulan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) Periode 2020-2022.

Sementara itu, dalam manajemen program saat ini Budi menjadi bagian dari Management Advisory Team TBC Program for PR Consortium Community Penabulu-STPI 2021-2023. Dalam program ini Budi bersama timnya memberikan pertimbangan strategis implementasi program eliminasi TBC kepada PR Konsorsium Penabulu-STPI yang bekerja di 30 provinsi (190 kabupaten/kota).

Budi Susilo memiliki kepedulian yang besar untuk memperkuat peran dan fungsi organisasi (masyarakat sipil), baik secara internal maupun eksternal. Harapannya, organisasi masyarakat sipil dapat menjadi mitra penting dalam pembangunan di daerah yang berbasis nilai. Impiannya adalah para aktivis sosial mampu memperkuat jaringan kerja sama organisasi dalam pengembangan sumber daya, pengetahuan, dan data sebagai model advokasi modern.

Akhmad Arief Fahmi

Akhmad Arief Fahmi, akrab disapa Arief, mengenyam pendidikan S1 di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Arief tertarik pada banyak hal seperti sejarah, politik ekonomi, lingkungan hidup, filsafat, agama, walau tidak pernah mendalami salah satu diantaranya. Ia juga gandrung pada transformasi sosial dan narasi besar tentang hal-hal tersebut, tetapi selalu ingin membuktikan dan bergerak pada tingkatan yang dapat dijangkau oleh aksi nyata.

Arief adalah salah satu yang menginisiasi terbentuknya Lembaga Kajian, Pendidikan, dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPPM) Relung pada tahun 2000-an. Di sana, Arief menjadi Direktur untuk periode 2004-2017 dan masih setia mengabdi hingga saat ini. Ia pernah menjadi wartawan Bulletin AKAR yang diterbitkan Yayasan Arupa di tahun 1999-2001. Pasca bencana alam gempa bumi di Yogyakarta tahun 2006, Arief menjadi Tenaga Ahli Kehutanan FAO Indonesia. Dan sejak 2018 hingga kini Arief merupakan salah satu anggota Dewan Pengawas Yayasan SWARAOWA dan Yayasan Kutilang Indonesia.

Arief memiliki pengalaman panjang sebagai peneliti di Pusat Studi dan Perencanaan Pembangunan Regional (PSPPR) UGM pada tahun 2006-2017, di Small-Medium Enterprises Development Center UGM pada 2009-2014, dan pada rentang 2015-2017 di  Pusat Kajian Pembangunan Peternakan UGM. Lebih dari 20 tahun bergelut dalam advokasi lingkungan hidup, ada banyak karya yang dihasilkan Akhmad Arief Fahmi.

Tahun 2003-2005 bertanggung jawab pada peningkatan kapasitas agroforestry Petani Hutan Rakyat di Pegunungan Menoreh bersama LKPPM Relung; tahun 2004-2014 terlibat dalam program Rehabilitasi Mangrove di Pesisir Jateng dan DI Yogyakarta dalam kerjasama LKPPM Relung dengan Toyota Eco-grant, dimana skema kerjasama tersebut diteruskan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan DI Yogyakarta, hasilnya terjadi perubahan tutupan lahan pesisir Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, serta berkembangnya obyek wisata alam di sepanjang pesisir; turut menginisiasi pengembangan biogas pada peternak sapi perah di komplek Merapi-Merbabu bersama Yayasan Infront tahun 2008-2010; mendampingi pelaku wisata di 6 (enam) desa di Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan tahun 2019-sekarang. Sebagai peneliti di beberapa Pusat Studi menghasilkan berbagai dokumen yang cukup banyak di bidang perencanaan pembangunan regional maupun pembangunan sektoral.

Arief berharap memiliki model komunitas, khususnya yang terkoneksi dengan pengelolaan kawasan hutan yang dapat menjadi model Pembangunan Berkelanjutan, baik secara ekonomi, sosial-budaya maupun lingkungan hidup.

Yudistira Soeherman

Yudistira Soeherman sudah 7 tahun berkecimpung di dunia kajian dan riset. Memiliki atar belakang akademis Sosial Ekonomi Peternakan dan Ekonomi Pembangunan, yang membawanya fokus pada isu pembangunan regional, terutama pembangunan ekonomi yang secara inklusif bersinggungan dengan aspek lingkungan, pertanian, kehutanan, dan pangan dalam mencapai Sustainable Development Goal’s. Yudis memiliki karakter open mind dan selalu tertantang untuk belajar hal baru, membuat dia memperkaya kompetensinya ke ranah ekonomi digital.

Yudis yang menekuni hobi melakukan riset memperoleh ruang ketika mendapat kesempatan bergabung di Pusat Kajian Pembangunan Peternakan pada tahun 2015. Di sana ia mendalami berbagai metode riset, menyusun perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi secara makro, meliputi pembangunan regional yang berfokus pada pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pada tahun 2018 bergabung dengan Yayasan Penabulu, yang kemudian menguatkan diri pada kompetensi pembangunan ekonomi secara mikro meliputi rantai pasok komoditas, mata pencaharian masyarakat dan bisnis komunitas.

Mulai tahun 2019 hingga kini, Yudis menjadi bagian penting Perkumpulan Desa Lestari sebagai Spesialis Riset, Data, dan Informasi Desa. Bersama Perkumpulan Desa Lestari, ia terus mendalami isu pembangunan ekonomi regional berbasis desa. Mengacu amanat UU Desa, Yudis bersama Perkumpulan Desa Lestari mendorong kemandirian desa tidak hanya pada aspek tata kelola pemerintahannya saja, melainkan juga mempersiapkan desa untuk segera mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan desa dalam pemenuhan kebutuhannya di masa depan. Upaya ini dapat terwujud melalui optimalisasi potensi sumber daya desa guna kesejahteraan masyarakat.

Bersama tiga lembaga yang pernah menaunginya, Yudis menyusun banyak riset dan kajian tentang pembangunan ekonomi berbasis pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, baik telah masuk dalam publikasi internasional, nasional maupun sebagai dokumen acuan kebijakan maupun implementasi program. Beberapa diantaranya adalah menyusun Masterplan Sembilang Dangku dengan Lanskap dan Manajemen Kemitraan pada tahun 2018 dalam skema proyek KELOLA SENDANG bersama ZSL Indonesia; menjadi anggota penyusun “Investment Opportunities of The Private Sector on The Sustainable Food System in Indonesia” bersama IBCSD pada 2019; melakukan asesmen dan memfasilitasi peningkatan kapasitas BUMDes di Kabupaten Kudus pada tahun 2019 – 2021 dalam kerjasama Perkumpulan Desa Lestari dan Djarum Foundation; melakukan evaluasi program kerjasama antara Yayasan IDRAP dengan BfDW pada 2019; mendesain platform Data Komoditas Terpadu (DAKOTA) pada proyek Civic Engagement Alliance tahun 2019-2020; di tahun 2021 menjadi asesor dalam Pemetaan Potensi Mata Pencaharian Alternatif Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya bersama Yayasan ASRI; mengembangkan aplikasi Sistem Administrasi dan Informasi Desa (SAID) dalam skema proyek RESBOUND di tahun 2021; menyusun “Baseline Research Adaptasi Perubahan Iklim” dalam kerja bersama Koalisi ADAPTASI pada tahun 2022; bersama Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat, pada tahun 2022, menyusun “Pedoman Sistem Pemanenan Kayu Manis Ramah Lingkungan di Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Kerinci”.

Pada kesempatan yang lain, Yudis cukup sering memberikan kuliah umum tentang Pembangunan Ekonomi Regional di Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Keterlibatan di dunia akademis, menjadikannya mendapatkan kesempatan untuk melakukan diskusi intelektual dengan dosen dan mahasiswa.

Melalui kiprah dan pengalamannya, kapasitas Yudis tentang pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam bertambah serta berkembang. Kemampuan fasilitasi, analisis, lobi, advokasi, riset, dan kolaborasi pun semakin kuat. Baginya,pembangunan ekonomi di Indonesia tidak akan lepas pada aspek pengelolaan sumber daya alam. Maka dalam strategi pembangunan harus sangat memperhatikan banyak aspek secara inklusif dan bertanggung jawab untuk memastikan keberlanjutan kehidupan di masa akan datang.

Astarina Eka Dewi

Asta, demikian biasa disapa, menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Sempat mengenyam pendidikan S3 di Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, namun tak terselesaikan. Dalam bekerja, Asta selalu berusaha memberikan yang terbaik dan memberikan manfaat bagi masyarakat yang terpinggirkan. Saat menghadapi permasalahan ia selalu berusaha memahami dari berbagai sisi dan memfokuskan pada cara penyelesaian yang meminimalkan potensi konflik antar pihak.

Pada awal tahun 2000, Asta mendirikan Lembaga Kajian, Pendidikan, dan Pemberdayaan Masyarakat (LKPPM) Relung dan bekerja di organisasi ini hingga 2006.Jabatan terakhirnya adalah Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat. Pada tahun 2013- 2017 Asta bergabung dengan Indonesian Center for Sustainable Development (ICSD) sebagai Peneliti. Pada 2016, Asta menjadi Tenaga Ahli ESMS dalam proyek Green Energy di Yayasan Penabulu. Kemudian berlanjut pada 2017 ditunjuk sebagai Koordinator Tim dalam proyek kerjasama Yayasan Penabulu dengan ZSL Indonesia, hingga tahun 2019. Berkat kerja cemerlangnya, ZSL Indonesia memintanya bergabung di akhir masa proyek (2019-2020). Bersamaan dengan itu, Asta juga ditunjuk menjadi Ketua Yayasan Resiliensi Lingkungan Indonesia (Relung Indonesia).

Dalam periode 2003-2005, melalui LKPPM Relung, Asta menjadi Koordinator Program Kerjasama dengan Kedutaan Finlandia di Indonesia untuk melakukan penguatan kapasitas petani di kawasan agroforestry Pegunungan Menoreh meliputi peningkatan kapasitas kelembagaan, teknik budidaya dengan sistem agroforestry, dan pengolahan pasca panen. Pada tahun 2013-2017, bersama ICSD Asta berperan sebagai Koordinator Social Mapping, Stakeholder Engagement, Perencanaan dan Monev CSR, Penyusunan Dokumen Proper, dan lain-lain yang bekerjasama dengan perusahan yang fokus pada pengelolaan SDA.

Bersama Yayasan Penabulu, Asta menjadi Tenaga Ahli ESMS dalam proyek Green Energy pada tahun 2016, Koordinator Tim Penabulu di Sumatera Selatan pada 2017-2019. Dan diberi mandat oleh ZSL Indonesia sebagai Governance and Institution Manger dalam proyek Kelola Sendang pada 2019-2020.

Kecintaannya pada lingkungan, menjadikan Asta memiliki perhatian khusus pada isu-isu kehutanan dan lingkungan hidup, terutama yang berpeluang mewujudkan keharmonisan antara manusia dan alam. Mimpinya adalah mewujudkan pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Masih berkutat dengan isu kehutanan, Asta juga tertarik pada pemasaran komoditi/produk hasil hutan non kayu yang berkeadilan bagi masyarakat desa hutan.

Firdaus Cahyadi

Cak Daus, begitu ia akrab dipanggil adalah seorang sarjana teknik kelautan dengan kekhusuan di Oceanography. Ia dikenal sebagai seorang yang konsisten dalam memegang komitmen. Selain itu juga dikenal sebagai orang yang selalu tepat waktu bila menghadiri sebuah acara yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Mulai Februari 2022, Cak Daus aktif di 350 Indonesia sebagai Indonesia Team Lead Interim. 350 Indonesia adalah bagian dari 350.org, sebuah organisasi internasional yang fokus pada isu krisis iklim.

Sebelumnya, sejak Juni 2020 hingga September 2022, Cak Daus dipercaya menjadi Project Lead at KM4NGOs (Knowledge Management for NGOs) untuk mengelola platform simpulmadani.com. Platform berbagi pengetahuan yang didukung oleh USAID. Pada 2015- hingga Februari 2022, Cak Daus dipercaya menjadi Executive Director, OneWorld-Indonesia. Sebuah NGOs yang fokus pada penguatan kapasitas organisasi masyarakat sipil melalui penguatan pengelolaan informasi dan pengetahuan. Sebelum bekerja di OneWorld Indonesia, ia bekerja sebagai Director of Information and Communication Indigenous Peoples Alliance of The Archipelago (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara/AMAN), pada March 2014 – Feb 2015. Pada tahun 2021, sekitar bulan Juni hingga September, Ia menjadi Communication Strategies Consultant for Financial Campaign on Fossil Free, 350.Org (Indonesia), sebelum akhirnya dipercaya menjadi Lead Indonesia Team. Salah satu output dari konsultasi itu adalah Theory of Change kampanye sektor keuanganl dan krisis iklim.  Selain itu juga workplan kampanye tersebut. Sebelumnya, di tahun yang sama (March 2021 – May 2021), Cak Daus dipercaya menjadi Monitoring and Evaluation (Monev) Consultant for I See Project, Yayasan Paramitra. Output dari konsultasi ini adalah dokumen monitoring dan evaluasi tengah program.

Pada tahun 2020 hingga 2021, ia dipercaya menjadi peneliti untuk isu SDGs Communication, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID). Output dari konsultasi ini selain hasil penelitian juga panduan pelibatan anak muda dalam aksi SDGs. Masih di tahun 2020 hingga 2021, ia menjadi konsultan untuk copyright di Climate Program’s Publication, World Resources Institute (WRI). Output dari konsultasi ini adalah 3 booklet tentang krisis iklim dengan target pembaca pengambil kebijakan di pemerintah dan perusahaan. Pada November 2019, ia menjadi Consultant Monitoring and Evaluation (Monev) untuk platform kebudayaan ‘Indonesiana’ milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Output dari konsultasi ini adalah dokumen Monev berbasis Knowledge Management. Sebelumnya, di tahun yang sama, ia menjadi konsultan Knowledge Management untuk platform kebudayaan Indonesiana, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Di tahun yang sama juga pernah juga menjadi konsultan dalam penulisan policy paper untuk isu Tuberculosis pada Aisyiyah (organisasi sayap perempuan Muhamamdiyah). Di tahun yang sama juga, ia menjadi konsultan Discourse Media Analysis Consultant for Climate Change and Nationally Determined Contribution (NDC) for Forestry sector – Yayasan Madani Berkelanjutan dan 350.Org Indonesia. Output dari kedua konsultasi itu adalah dokumen analisis media.